“Dalam proses resolusi, kami telah meminta dan memberikan waktu yang cukup memadahi kepada BP Batam, agar terhadap praktik penataan lahan di Tembesi Tower diselesaikan dengan baik, partisipatif serta mengedepankan musyawarah mufakat,” tegas Najih, Ketua Ombudsman RI. Hal tersebut termuat dalam proses resolusi dimana para pihak termasuk BP Batam diminta untuk membuka ruang dialog agar komunikasi secara efektif termasuk untuk mendorong penyelesaian yang terbaik serta tidak merugikan masyarakat.
Ketua Ombudsman RI meminta agar tindakan yang ditempuh oleh Pemerintah Kota Batam dan BP Batam tidak merugikan masyarakat dan kembali kepada perannya agar terdapat upaya konkret dalam memberikan perlindungan terhadap keberadaan dan hak masyarakat. “Hunian masyarakat yang ada di Tembesi Tower Kota batam juga akan terkait dengan hak masyarakat lainnya seperti hak anak untuk bersekolah, pekerjaan dan penghidupan yang layak serta pemenuhan hak asasi dari seluruh warga, itu yang harus dipikirkan dan dilindungi oleh Pemerintah Kota Batam dan BP Batam,” pesan Najih.
Ombudsman RI juga merujuk pada hasil pemeriksaan lapangan yang dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 2024 bahwa setidaknya terdapat 344 Kepala Keluarga yang masih berdiam dan tidak sepakat dengan opsi relokasi dan penataan lahan. Dalam proses monitoring tersebut, warga Tembesi Tower menyatakan untuk akan tetap bertahan di lokasi tersebut, karena proses panjang yang telah diajukan guna mendapatkan legalitas lahan.
Dengan adanya informasi terbaru mengenai praktik dan upaya penggusuran di Kampung Tembesi Tower tersebut mencerminkan bahwa proses penyelesaian yang berlarut di BP Batam justru malah menimbulkan ketidakpastian, dan menciderai keadilan di masyarakat.